Senin, Juli 06, 2009

Apakah Pilihan Hidupmu????

Orang sering mengatakan “Hidup adalah pilihan. Sebuah kalimat yang sederhana, pendek namun penuh dengan makna. (Begitulah kira2x menurut saya, gak tahu kalau orang lain). Setiap orang dihadapkan pada berbagai pilihan dalam menjalankan hidupnya; - Mau hidup sebagai siapa? Atau bahkan sebagai apa? - Mau hidup yang bagaimana? Atau yang seperti apa? - Mau hidup dengan melakukan apa? Atau melakukan apa untuk hidup? - Mau hidup bagi siapa? Atau hidup dengan siapa? Setiap orang punya alasannya sendiri untuk menentukan jalan hidupnya. Yang terpenting adalah bertanggung jawab atas pilihannya. (yah gak?). Sudahkah anda membuat pilihan hidup anda? Suatu ketika, saya melihat penggalan singkat realita kehidupan yang mengingatkan saya akan kalimat “Hidup adalah pilihan” ini. Realita kehidupan yang penuh dengan sandiwara dan dipentaskan di atas panggung kehidupan yang penuh dengan penderitaan, dimana harga diri diobral untuk membiayai pementasannya dan hanya menggunakan tiket kemuakan kita bisa menyaksikannya. Saat itu, di suatu malam selasa sekitar bulan agustus tahun 2008. Ketika itu kira-kira hampir jam 10 saya baru pulang sehabis latihan di kampus. Sungguh sebuah keberuntungan bagi saya, karena ban sepeda motor saya bocor sehingga saya bisa memperoleh pelajaran yang sangat berharga ini. Saya pun kemudian menuntun sepeda motor itu ke seorang penambal ban tua, tempatnya di tepi jalan raya sebelah utara pertigaan lampu merah dekat kampus. Pak No, begitu biasanya orang-orang memanggil si penambal ban tua itu. Saya mengenalnya sejak masih kuliah sekitar 10 tahun yang lalu. Saat itu pun ia telah menjadi seorang penambal ban dan pengecer bensin di bawah pohon ketapang itu, persis seperti malam itu. Masih di tempat yang sama, perlengkapan yang sama dan lingkungan yang sama. Bahkan penjual soto di selatan tempatPak No praktek pun masih ada. Yang berbeda hanya suasana malam itu, kini jalan raya itu lebih ramai. Meski hari telah larut, namun masih banyak kendaraan yang hilir mudik. Beberapa saat saya duduk di situ memperhatikan Pak No menambal ban sepeda motor saya sambil sesekali kami berbincang-bincang. Tiba-tiba, ia berkata, “Mas, coba kamu lihat perempuan yang berdiri di pojokan jalan sambil menggendong anak itu”. Saya kemudian menoleh ke arah pojokan jalan yang dimaksudnya. Ketika itu saya melihat seorang perempuan muda, pakaiannya lusuh, tampak kotor dan mengenakan sandal jepit. Sambil menggendong seorang anak ia berdiri disana seperti sedang menunggu seseorang. “Iyah, kenapa Pak?” saya balik bertanya. Perhatian kami masih tertuju kepada perempuan itu. Saat itu seorang lelaki mengendarai sepeda motor yang tampak cukup baru dan terawat menghampirinya. “Itu suaminya”, kata Pak No tiba-tiba menyeletuk. Perempuan itu pun kemudian pergi berboncengan dengan pria tersebut. “Perempuannya kayak pengemis yach? Padahal yang laki bawanya motor keren. Yah begitulah manusia hidup, segala cara dihalalkan untuk mencari nafkah” lanjut Pak No. “Kenapa begitu pak?” tanya saya penasaran. Apa maksud bapak ini dengan ucapannya barusan? “Perempuan itu kerjanya mengemis. Setiap pagi dia didrop oleh suaminya dan tiap malam dijemput lagi. Kerjanya dari pagi ampe malam cuma jalan dari ujung jalan sini ke ujung jalan sana untuk ngemis sambil bawa anaknya biar dikasihani. Dah hampir dua tahun ini dia di sini, waktu hamil pun dia tetap jalan. Jadi jalan ini sudah seperti kantornya dia. Datang jam 8 pagi, pulang jam 10 malam. Penghasilannya lumayan, ampe bisa beli motor segala.” jelas Pak No. Saya begitu tersentak mendengar penjelasan Pak No. Dalam hati saya berpikir, “Bahkan mengemis pun telah dijadikan mata pencaharian”. Sungguh menyedihkan pilihan hidup seperti ini. Dimana kemalasan telah membuat orang mengambil jalan pintas untuk mendapatkan materi duniawi. Dimana kemiskinan dijadikan pengesahan atas tindakannya untuk menlanjutkan hidup. Dimana anak telah dijadikan komoditi untuk mendapatkan belas kasihan. Sungguh sulit dimengerti, sulit dipahami. Itulah pilihan hidup. Keesokan harinya, pagi itu saya sedang mengantri untuk menabung di sebuah bank. Pagi itu antrian tidak begitu ramai, kira-kira saya di antrian ke-12. Setelah beberapa saat mengantri, tepat enam antrian di belakang saya ada seorang gadis cantik yang ikut mengantri. Karena antrian dibentuk berkelok-kelok jadi dia berdiri persis di sebelah saya. Gadis itu begitu seksi, modis, berambut lurus pirang, berkulit putih, harum dan wajahnya rupawan. Setiap orang yang melihatnya pasti akan terpesona, yakin dech!( tapi jangan mikir yang macam-macam loh….!). Di sebelahnya berdiri seorang gadis lainnya yang lebih supel, sepertinya temannya. Kedua gadis ini terlibat dalam perbincangan tentang seseorang, sepertinya tentang seorang laki-laki, mungkin pacarnya. (gak nguping loch, karena dia berdiri di samping jadi kedengaran dong.) Sepertinya si gadis pirang itu sedang marah pada cowoknya. Dalam perbincangan itu ia mengatakan bahwa cowoknya itu gak sensitif dan pelit. Ia sebel karena tidak diberi kado oleh cowoknya pada saat hari ulang tahunnya beberapa hari yang lalu. “Masa sich gak dibelikan kado ama cowok loe?” tanya gadis di sebelahnya. “Iyach, padahal kita sempat jalan-jalan ke mall lihat-lihat kalung. Gua dah bilang suka kalung itu. Tak pikir ntar pas ultah pasti dibelikan, eh…….. ga tahunya beneran malah gak dibelikan.” jelas gadis pirang itu. Kemudian ia menambahkan, “Memang sich ini salah gua juga”. “Loh kog bisa?” tanya temannya kebingungan. “Dia (si cowok) kan tanya, mau kalung atau mau mentahnya aja? Gua jawab yah terserah aja, tapi dibedakan ama yang (uang) bulanan. Terus dia jawab, “yach gak apa-apa”. “Tapi jangan semuanya dibelanjakan, ntar sebagian ditabung yach, gitu katanya.” “Terus pas ultah loe diberi (uang) berapa?” tanya temannya penasaran. “Pas ultah itu, tak kira beneran mau ditransfer lebih, gak tahunya Cuma 1jt, itukan sama aja dengan (uang) bulanan aku. Padahal (uang) bulanan aja dia dah beri segitu, masa buat ultah juga segitu. Udah gitu masih disuruh nabung lagi. Mana cukup……” jawab si gadis pirang itu. Setelah itu , saya tidak tahu lagi kelanjutannya. Karena setelah itu giliran saya untuk ke teller telah tiba. Dalam hati saya berpikir, “bahkan ada orang yang menggunakan cara ini untuk memuaskan nafsu materinya. Begitu pula, sungguh menyedihkan pilihan hidup seperti ini. Dimana harga diri ditukar dengan materi duniawi yang tak kekal. Dimana hati nurani telah menjadi bisu karena virus keserakahan. Dimana kecantikan telah menjadi pembungkus jiwa yang busuk penuh dengan kelicikan. Sekali lagi sulit dimengerti, sungguh sulit dipahami. Lalu apa bedanya seorang perempuan kumal yang berprofesi sebagai pengemis dan seorang gadis pirang yang tampak berpendidikan tersebut? Apakah sebegitu rentanya mental dan jiwa manusia saat ini? sehingga hanya itu jalan yang bisa diambil untuk melanjutkan hidup ini? Saya yakin TIDAK. Tentu tidak hanya itu jalan yang ada, tapi itulah pilihan hidup. Setiap orang punya pilihannya sendiri. Sekali lagi, yang penting tanggung jawabnya. Siapa yang menabur, ia yang akan menuai. Pertanyaannya, Lalu bagaimana dengan anda? Pilihan hidup mana yang akan anda pilih?

Minggu, Maret 01, 2009

14 PRINSIP HIDUP JAWA

14 PRINSIP HIDUP JAWA
Ngluruk Tanpa Bala, Menang Tanpa Ngasorake, Sekti Tanpa Aji-aji, Sughi Tanpa Bandha Berjuang tanpa perlu membawa massa, Menang tanpa merendahkan atau mempermalukan, berwibawa tanpa mengandalkan kekuasaan, kekuatan, kekayaan atau keturunan, Kaya tanpa didasari kebendaan. Datan Serik Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun Kelangan Jangan gampang sakit hati manakala musibah menimpa diri, Jangan sedih manakala kehilangan sesuatu. Sepi ing Pamrih Rame ing Gawe, Banter tan Mbancangi. Dhuwur tan Ngungkuli Bekerja keras dan bersemangat tanpa pamrih, Cepat tanpa harus mendahului, Tinggi tanpa harus melebihi. Aja Gumunan. Aja Getunan, Aja Kagetan, Aja Aleman Jangan mudah terheran-heran, Jangan mudah menyesal, Jangan mudah terkejut-kejutm Jangan mudah kolokan tau manja. Aja Ketungkul Marang Kalungguhan, Kadonyan lan Kemareman Janganlah terobsesi oleh keinginan memperoleh kedudukan, kebendaan dan kepuasan duniawi. Aja Kuminter Mundak Keblinger. Aja Cidra Mundak Cilaka, Sing Was-was Jiwas Jangan Merasa Paling Pandai agar tidak salah arah. Jangan suka berbuat curang agar tidak celaka, Siapa yang ragu-ragu akan binasa atau merugi Aja Milik Barang Kang Melok, Aja Mangro Mundak Kendo Janganlah tergiur oleh hal-hal yang tampak mewah, cantik, indah. Jangan berpikir mendua agar tidak kendor niat dan kendor semangat. Aja Adigang, Adigung, Adiguna. Jangan sok kuasa, sok besar, sok sakti. Sing Sabar lan Ngalah Dadi Kekasih Allah. Yang sabar dan mengalah akan jadi kekasih Allah. Sing Prihatin Bakal Memimpin. Siapa berani hidup prihatin akan menjadi Satria, Pejuang dan Pemimpin. Sing Resik Uripe Bakal Mulya. Siapa yang bersih hidupnya akan hidup mulya. Urip iku Urup. Hidup itu nyata dan Hendaknya memberi manfaat. Sura Dira Jayaningrat, Lebur Dening Pangastuti Keberanian, Kekuatan, dan Kekuasaan dapat ditundukkan oleh Salam Sejahtera. Memayu Hayuning Bawana. Ambrasta dur Hangkara Manusia Hidup harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan, serta memberantas sifat angkara murka dan tamak
Sumber: Radio Kepustakaan Pustaka Jowo Yogyakarta
.